Dian, Aku Merindukanmu

Formulir harus segera dikembalikan. Pendaftaran akan ditutup. Sekolah parforit itu menjadi tumpuan harapan para siswa tamatan SMP di kota itu. Jika masuk ke sekolah favorit, maka gengsi akan naik. Sekolah itu, selalu mengeluarkan lulusan siswa terbaik. Bukan hanya gengsi siswa, gengsi orang tua siswa juga seperti turut terangkat. Itu pula sebabnya, banyak orang tua menginginkan anak mereka bisa masuk ke sekolah paforit.
Dian tergesa-gesa memasuki koridor sekolah, agar bisa mendekat ke meja. Demikian Lastri, sama tergesanya. Saling tidak melihat, keduanya bertabrakan. Lastri terjatuh dan map yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan. Cepat Dian ikut memungutnya dan menolong Lastri berdiri.
“Maafkan saya,” kata Dian penuh santun dan penuh penyesalan.
“Lain kali, kalau berjalan, lihat-lihat. Jangan sampai membuat orang bahaya,” jawab Lastri. Kata-katanya dan ucapannya itu menusuk ke hati juga.
“Sekali lagi saya mohon maaf,” Dian dengan tulus memohon maaf. Berdua mereka mendekati meja panitia pendaftaran, penerimaan siswa baru.
Keduanya saling tatap. Saling melemparkan senyum. Dian mengulurkan tangannya dan disambut oleh Lastri.
“Perkenalkan, namaku Dian.”